Senin, 11 April 2016

TRIP TO THE MUSEUM OF PUPPETS


Hari minggu lalu saya dan teman kuliah saya pergi ke salah satu tempat wisata yang cukup terkenal di Jakarta yaitu Kota Tua yang berada di Jalan Taman Fatahillah No.1, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tujuan saya pergi kesana adalah untuk memenuhi salah satu tugas kuliah kepariwisataan, dan sekaligus menambah pengetahuan tentang beberapa museum yang ada di Jakarta.  Alasan kenapa saya memilih Kota Tua sebagai destinasi wisata adalah karena lokasinya yang strategis tidak terlalu jauh dari stasiun, karena kemarin saya pergi dengan menggunakan transportasi kereta commuter line. Dan karena tempat wisata tersebut cukup murah juga. Di kota tua banyak sekali museum-museum yang  bisa kita kunjungi  seperti , Museum  Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang, Museum Kantor Pos dan banyak yang lainnya.

Museum yang saya kunjungi kemarin adalah Museum Wayang yaitu sebuah bangunan tua yang berada di sekitar Taman Fatahillah, tepatnya di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat, hanya berjarak beberapa meter dari Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah. Selain harga tiketnya dapat dibilang murah meriah. Kita juga bisa mendapatkan wawasan lebih mengenai dunia perwayangan  yang  mulai dilupakan terutama oleh generasi muda. Di museum tersebut terdapat banyak jenis tokoh pewayangan yang berasal dari Indonesia dan negara-negara asing.

Sejarah Museum Wayang

Bangunan Museum Wayang mulanya merupakan gereja tua yang  didirikan VOC pada tahun 1640 dengan nama ‘de oude Hollandsche Kerk’. Hingga tahun 1732 gedung ini berfungsi sebagai tempat peribadatan penduduk sipil dan tentara Belanda yang tinggal di Batavia.
Pada tahun 1733 gereja tersebut dipugar dan namanya diubah menjadi “de nieuwe Hollandsche Kerk” yang berdiri terus sampai tahun 1808. Di halaman gereja yang kini menjadi taman terbuka Museum Wayang terdapat prasasti-prasasti yang berjumlah 9 (sembilan) buah yang menampilkan nama-nama pejabat Belanda yang pernah dimakamkan di halaman gereja tersebut.
Akibat terjadinya gempa, bangunan Gereja Belanda tersebut sempat rusak. Selanjutnya di lokasi tersebut dibangun kembali sebuah gedung yang difungsikan sebagai gudang milik perusahaan Geo Wehry & Co.  Bagian depan museum ini dibangun pada tahun 1912 dengan gaya Noe Reinaissance, dan pada tahun 1938 seluruh bagian gedung ini dipugar dan disesuaikan dengan gaya rumah Belanda pada zaman Kolonial.

Pada tanggal 14 Agustus 1936 gedung beserta tanahnya ditetapkan menjadi monumen. Selanjutnya dibeli oleh Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) yaitu lembaga independen yang bertujuan memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, serta menerbitkan hasil penelitian. Pada tahun 1937 lembaga tersebut menyerahkan gedung kepada Stichting oud Batavia dan kemudian dijadikan museum dengan nama “de oude Bataviasche Museum “ atau museum Batavia Lama yang pembukaannya dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir, Jonkheer Meester Aldius Warmoldu Lambertus Tjarda van Starkenborg Stachouwer, pada 22 Desember 1939.

Gubernur Jakarta Ali Sadikin meresmikan Museum Wayang pada 13 Agustus 1975. Museum Wayang memiliki koleksi 4000 wayang dan boneka dari berbagai tempat di dalam dan luar negeri seperti, India, Belanda, Malaysia, Thailand, Suriname, Cina, Vietnam, Kolombia serta koleksi topeng, gamelan, dokumen, peta dan foto-foto tua.

Museum Wayang memamerkan berbagai jenis dan bentuk wayang dari seluruh Indonesia, baik yang terbuat dari kayu dan kulit maupun bahan-bahan lain. Wayang-wayang dari luar negeri ada juga di sini, misalnya dari Republik Rakyat Tiongkok dan Kamboja. Wayang yang dikoleksi di Museum Wayang terdiri atas wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka, wayang beber dan gamelan.


Beberapa koleksi wayang yang dipajang dalam bingkai

Satu set gamelan di Museum Wayang.



Dan berikut beberapa dokumentasi yang saya lakukan di Museum Wayang: